![]() |
Ps El Roi Israel Sipahelut |
Mengapa saya harus lahir Kristen ? jika pertanyaan ini ditanyakan kepada orang
Kristen mereka akan langsung menjawab
karena orang Tua saya Kristen ? itu jawaban umum yang akan
dilontarkan disamping banyak jawaban
lainnya
Terusik dengan Pertanyaan ini saya mencoba untuk
menjawab pertanyaan ini, Toh saya juga akan
akan menjawabnya suatu ketika jika pertanyaan yang sama dilemparkan kepada
saya
Wacana apakah kebenaran
pertanyaan tersebut diatas dpat dijawab dengan benar tersebar luas di dalam
berbagai pandangan, namun sebuah revolusi terjadi ketika kebenaran atas pertanyaan dimulai
dan berwujud di dalam seorang pribadi yang agung dan mulia, Yesus
Kristus. Ketika kebenaran adalah di
dalam Yesus Kristus, bagaimana saya bisa mengalami kebenaran tersebut?
Mari kita berselancar brother and sister
Kristen bukan agama tetapi life style, gaya hidup, tingkah,
pola, perbuatan seseorang yang percaya kepada Kristus – jika kita menelusuri
sejarah gereja mula mula Penyebutan orang-orang Kristen (Arab, ‘Massihi-yyin’) semula
adalah ejekan orang-orang Yahudi di Antiokhia (Syria) kepada murid-murid Yesus
yang ada di sana. Murid-murid ini masih terikat kepada ibadah Yahudi seperti ke
sinagoga-sinagoga Yahudi pada hari Sabat (Kis. 13:14-15; 15:21 dsb) dan masih
berkewajiban mengunjungi Bait Allah pada hari-hari raya (Kis. 2:46; 21:26 dsb).
Tetapi karena mereka juga memberitakan nama Yesus dan memecah-mecahkan roti pada
hari Minggu. Kecurigaan orang-orang Yahudi semakin menjadi-jadi untuk mengusir
mereka dari perkumpulan Yahudi (Kis. 4:2; 5:28). Sejak pembunuham diakon
Stefanus di luar gerbang Yerusalem oleh orang-orang Yahudi (Kis. 7:54-60), maka
resmilah murid-murid Yesus menerima cap ‘sekte’ orang Yahudi tetapi sekaligus
penganut Jalan Yesus Kristus (Kis. 9:2).
Dalam satu
referensi yang lebih detail disebutka bahwa murid –murid Yesus ini mempunyai
model, pola hidup yang berbeda dengan orang lain pada waktu itu di antiokhia “ Habitus “ mereka berbeda dari kebanyakan mayoritas penduduk antiokhia
pada waktu itu
Catata: Habitat
– habitus “ ruang Lingkup Sosial untuk Hidup berbeda – kehidupan Kristen berpusat pada Kristus
sedangkan pada penduduk antiokhia pada hal –hal Hedonisme atau hal yang
memuaskan keingina duniawi manusia.
Pertanyannnya
orang Tersebut Nota benenya sudah beragama yaitu agama Yudaisme, lantas mengapa mereka di sebut Kristen Jawaban
sederhannya adalah “MEREKA MENGALAMI PERJUMPAAN DENGAN TUHAN YESUS “ itu yang mengubah hidup mereka.
Sebuah Anagram
bagi kita adalah KRISTEN bukan agama
tetapi HABITUS - secara legalitas sebuah
kepercayaan harus diberikan identitas secara yuridis formal untuk legalitasnya
sebagai syarat administrasi hukum pada sebuah Negara - jadinya adalah sekalipun orang Tua saya
Kristen saya tidak mungkin beragama Kristen “ jika saya tidak mengalami
perjumpaan dengan Tuhan Yesus kristus dan memilih tinggal didalam habitusnya “
secara administrasi hukum saya Kristen tetapi “ tidak benar benar kristen’
Ketika Yesus Kristus mengatakan, “Akulah jalan, dan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun sampai kepada Bapa jikalau tidak
melalui Aku.” Kebenaran itu mejadi bagian yang tidak terpisahkan dari diriNya.
Dia yang adalah kebenaran itu menjadi dasar pembaruan relasi kita dengan Allah.
Kita boleh mengalami kebenaran karena relasi kita dengan Sang Kebenaran. Kita
diberi anugrah mengalami kebenaran yang relasional, sebagai akibat dari
kebenaran yang diberikan/dianugrahkan kepada kita.
Pertanyaan tentang kebenaran adalah untuk menjawab siapa
kebenaran tersebut. Kristus dengan tegas menyatakan Akulah Kebenaran. Ketika
Kristus mengatakan bahwa diriNya lah kebenaran yang sejati, maka kebenaran itu
ekslusif miliknya. Saya bisa mengalami kebenaran itu jikalau Yesus Kristus
sendiri menganugrahkan kebenaran tersebut kepada kita, kebenaranNya menjadi
milik kita, kita dibenarkanNya, dan keberanNya itu memerdekakan.
Mengalami Kristus adalah mengalami kebenaran yang sejati.
Itulah misteri yang dicari sepanjang zaman, yang telah diungkapkan kepada kita
semua, tetapi manusia lebih menyukai kebenarannya sendiri dibandingkan
kebenaran Allah.
Kebenaran bukan agama, kelompok keagamaan yang benar,
ajaran-ajaran dari beberapa orang besar atau perempuan, suatu badan pengetahuan,
yang “benar” buku, yang dalam filsafat, konsep yang benar atau serangkaian
hukum atau prinsip-prinsip yang mengatur. Tidak pernah dapat dipastikan melalui
“metode ilmiah” , logika atau penalaran. Semua ini adalah instrumen yang masih
jauh dari kemampuan untuk memahami “Kebenaran”.
Kebenaran telah hadir di dalam soerang pribadi dan hanya
dapat diketahui melalui sebuah relasi yang intim dan mendalam dalam sebuah
perjanjian (covenant). Perjanjian tersebut adalah pertukaran hidup. Kita tidak
akan pernah mengetahui kebenaran sampai “Kebenaran” menjadi hidup Kita dan
hidup Kita menjadi hidup-Nya.
Memerlukan kebenaran mutlak, penyerahan total kepada Anak
Allah. Ini adalah pertukaran hidup dalam cara yang paling intim di alam
semesta. Inilah makna penebusan. Ini adalah perkawinan jiwa. Ini adalah ikatan
yang membebaskan. Ini adalah sebuah paradoks. Dan ketika kita memasukkan
paradoks ini, kita akan benar-benar bebas dan kita kemudian akan mengetahui apa
sebenarnya Cinta Sejati.
Terdapat dua istilah yang menjadi dasar di dalam
membicarakan kebenaran, yaitu kebenaran karena usaha manusia sendiri, dan
kebenaran yang berasal bukan dari diri kita, tetapi kebenaran yang
diberikan/dianugrahkan kepada kita. Seseorang mendapat upah berdasarkan apa
yang dia usahakan, apa yang dia tuai adalah hasil dari apa yang dia tabur.
Ketika ada aksi maka ada reaksi. Semua hukum yang berlaku di seluruh dunia
menyetujui hal ini. Kemudian pertanyaan yang mengikutinya adalah, apakah ada
orang menjadi “benar” ketika dia mendasarkan kebenarannya berdasarkan apa yang
dia usahakan?
“Tidak ada yang benar, seorang pun tidak”, sejujur itulah
sebenarnya pengakuan yang saya miliki. Kebenaran kita seperti debu dihadapkan
kepada kebenaran Allah. Saya pun tahu saya tidak bersaing dengan Allah di dalam
kebenaran. Jadi bagaimana saya bole mengalamikebenaran itu, jikalau tidak ada
seorang pun benar. Apakah dengan segala hukum saya akan mengalami kebenaran,
atau justru saya semakin
menyadarkan saya bahwa di dalam banyak hukum terdapat banyak
pelanggaran? Apakah saya bisa bermegah karena kebenaran saya sendiri? Tetapi
syukur kepada Allah, kebenaran itu adalah Isa Almasih, Sang Kebenaran telah
menyatakan dirinya, supaya manusia mengenal kebenaran. Dan Sang Kebenaran itu
hidup, dia tidak tergantung kepada usaha dan perbuatan manusia untuk kita bisa
mengenalnya, kecuali Sang Kebenaran itu berkasih karunia menyatakan diriNya
kepada kita, oleh anugrahNya yang ajaib.
Pontius Pilatus berdiri di hadapan Yesus Kristus, bertanya
kepada-Nya, “Apa itu Kebenaran?”
Dia sebenarnya menanyakan sebuah pertanyaan yang salah. Kalau dia bertanya, “Siapa Kebenaran,” Yesus akan menyatakan diriNya sebagai “Kebenaran” kepadanya. Ketika Yesus menyatakan di dalam Yohanes 14:6,”Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup”, maka wacana tentang kebenaran mempunyai dimensi yang berbeda, kebenaran itu adalah pribadi Yesus.
Dia sebenarnya menanyakan sebuah pertanyaan yang salah. Kalau dia bertanya, “Siapa Kebenaran,” Yesus akan menyatakan diriNya sebagai “Kebenaran” kepadanya. Ketika Yesus menyatakan di dalam Yohanes 14:6,”Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup”, maka wacana tentang kebenaran mempunyai dimensi yang berbeda, kebenaran itu adalah pribadi Yesus.
Ketika Yesus menyatakan dirinya bahwa dirinyalah Sang
Kebenaran, maka sebenarnya pertanyaan yang relevan ketika berwacana tentang
kebenaran adalah “Siapa (Sang) Kebenaran?”. Ketika kebenaran itu terwujud di
dalam pribadi Kristus, maka kebenaran adalah pribadi Yesus. Dan kita tidak
menanyakan sesuatu yang bersifat personal dengan pertanyaan “apa”, tetapi
“siapa”.
Pertanyaan yang menggunakan kata tanya “Apa” rasanya tidak
tepat digunakan untuk mendapatkan penjelasan tentang seorang pribadi.
Pertanyaan dengan menggunakan kata tanya “Apa”, sangatlah cocok dipasangkan
pada sesuatu yang impersonal. Namun pertanyaan yang menggunakan kata tanya
“Siapa”, akan selalu berkaitan dengan sesuatu yang bersifat personal, yang menunjuk
kepada seorang pribadi.
Mari Menjadi KRISTEN karena menglami perjumpaan dengan Tuhan
dan hidup didalam habitusnya bukan
karena saya lahir beragama Kristen dan atau orang Tua saya beragama Kristen
lantas saya juga beragama Kristen, seseorang belum mempunyai legalitas Kristen jika
dia belum mengalami perjumpaan secara pribadi didalam Kristus dan hidup didalam
habitus epicentrum kehendakNya yang derivasinya diaplikasikan dalanm Obeying
dan sumbsion setiap hari kepada KRISTUS Coram Deo - Salam Semper Reformata, Semper Reformanda
Locus : Pastori - September
4, 2013 3 : 52 PM - @ By : El Roi Israel Sipahelut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar