Who Is The Capernaum

Jembrana - Bali, Bali, Indonesia
Beloved Husband And Dad For Three Uniq Kids

Rabu, 04 September 2013

Apakah Saya Harus Kristen ? Jika Orang Tua saya Kristen ! Semper Reformata, Semper Reformanda



Ps El Roi Israel Sipahelut
Mengapa saya harus lahir Kristen ? jika pertanyaan ini ditanyakan kepada orang Kristen mereka akan langsung menjawab  karena orang Tua saya Kristen ? itu jawaban umum yang akan dilontarkan  disamping banyak jawaban lainnya

Terusik dengan Pertanyaan ini saya mencoba untuk menjawab pertanyaan ini, Toh saya juga akan  akan menjawabnya suatu ketika jika pertanyaan yang sama dilemparkan kepada saya

Wacana  apakah kebenaran pertanyaan tersebut diatas dpat dijawab dengan benar tersebar luas di dalam berbagai pandangan, namun sebuah revolusi terjadi ketika kebenaran  atas pertanyaan  dimulai  dan berwujud di dalam seorang pribadi yang agung dan mulia, Yesus Kristus. Ketika kebenaran  adalah di dalam Yesus Kristus, bagaimana saya bisa mengalami kebenaran tersebut?

Mari kita berselancar  brother and sister

Kristen bukan agama tetapi life style, gaya hidup, tingkah, pola, perbuatan seseorang yang percaya kepada Kristus – jika kita menelusuri sejarah gereja mula mula Penyebutan orang-orang Kristen (Arab, ‘Massihi-yyin’) semula adalah ejekan orang-orang Yahudi di Antiokhia (Syria) kepada murid-murid Yesus yang ada di sana. Murid-murid ini masih terikat kepada ibadah Yahudi seperti ke sinagoga-sinagoga Yahudi pada hari Sabat (Kis. 13:14-15; 15:21 dsb) dan masih berkewajiban mengunjungi Bait Allah pada hari-hari raya (Kis. 2:46; 21:26 dsb). Tetapi karena mereka juga memberitakan nama Yesus dan memecah-mecahkan roti pada hari Minggu. Kecurigaan orang-orang Yahudi semakin menjadi-jadi untuk mengusir mereka dari perkumpulan Yahudi (Kis. 4:2; 5:28). Sejak pembunuham diakon Stefanus di luar gerbang Yerusalem oleh orang-orang Yahudi (Kis. 7:54-60), maka resmilah murid-murid Yesus menerima cap ‘sekte’ orang Yahudi tetapi sekaligus penganut Jalan Yesus Kristus (Kis. 9:2).

Dalam satu referensi yang lebih detail disebutka bahwa murid –murid Yesus ini mempunyai model, pola hidup yang berbeda dengan orang lain pada waktu itu di antiokhia “  Habitus “ mereka berbeda  dari kebanyakan mayoritas penduduk antiokhia pada waktu itu

Catata: Habitat – habitus “ ruang Lingkup Sosial untuk Hidup berbeda –  kehidupan Kristen berpusat pada Kristus sedangkan pada penduduk antiokhia pada hal –hal Hedonisme atau hal yang memuaskan keingina duniawi manusia.
Pertanyannnya orang Tersebut Nota benenya sudah beragama yaitu agama Yudaisme,  lantas mengapa mereka di sebut Kristen Jawaban sederhannya adalah “MEREKA MENGALAMI PERJUMPAAN DENGAN TUHAN YESUS “  itu yang mengubah hidup mereka.

Sebuah Anagram bagi kita adalah KRISTEN  bukan agama tetapi HABITUS  - secara legalitas sebuah kepercayaan harus diberikan identitas secara yuridis formal untuk legalitasnya sebagai syarat administrasi hukum pada sebuah Negara -  jadinya adalah sekalipun orang Tua saya Kristen saya tidak mungkin beragama Kristen “ jika saya tidak mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus kristus dan memilih tinggal didalam habitusnya “ secara administrasi hukum saya Kristen tetapi “ tidak benar benar kristen’

Ketika Yesus Kristus mengatakan, “Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun sampai kepada Bapa jikalau tidak melalui Aku.” Kebenaran itu mejadi bagian yang tidak terpisahkan dari diriNya. Dia yang adalah kebenaran itu menjadi dasar pembaruan relasi kita dengan Allah. Kita boleh mengalami kebenaran karena relasi kita dengan Sang Kebenaran. Kita diberi anugrah mengalami kebenaran yang relasional, sebagai akibat dari kebenaran yang diberikan/dianugrahkan kepada kita.

Pertanyaan tentang kebenaran adalah untuk menjawab siapa kebenaran tersebut. Kristus dengan tegas menyatakan Akulah Kebenaran. Ketika Kristus mengatakan bahwa diriNya lah kebenaran yang sejati, maka kebenaran itu ekslusif miliknya. Saya bisa mengalami kebenaran itu jikalau Yesus Kristus sendiri menganugrahkan kebenaran tersebut kepada kita, kebenaranNya menjadi milik kita, kita dibenarkanNya, dan keberanNya itu memerdekakan.

Mengalami Kristus adalah mengalami kebenaran yang sejati. Itulah misteri yang dicari sepanjang zaman, yang telah diungkapkan kepada kita semua, tetapi manusia lebih menyukai kebenarannya sendiri dibandingkan kebenaran Allah.

Kebenaran bukan agama, kelompok keagamaan yang benar, ajaran-ajaran dari beberapa orang besar atau perempuan, suatu badan pengetahuan, yang “benar” buku, yang dalam filsafat, konsep yang benar atau serangkaian hukum atau prinsip-prinsip yang mengatur. Tidak pernah dapat dipastikan melalui “metode ilmiah” , logika atau penalaran. Semua ini adalah instrumen yang masih jauh dari kemampuan untuk memahami “Kebenaran”.

Kebenaran telah hadir di dalam soerang pribadi dan hanya dapat diketahui melalui sebuah relasi yang intim dan mendalam dalam sebuah perjanjian (covenant). Perjanjian tersebut adalah pertukaran hidup. Kita tidak akan pernah mengetahui kebenaran sampai “Kebenaran” menjadi hidup Kita dan hidup Kita menjadi hidup-Nya.

Memerlukan kebenaran mutlak, penyerahan total kepada Anak Allah. Ini adalah pertukaran hidup dalam cara yang paling intim di alam semesta. Inilah makna penebusan. Ini adalah perkawinan jiwa. Ini adalah ikatan yang membebaskan. Ini adalah sebuah paradoks. Dan ketika kita memasukkan paradoks ini, kita akan benar-benar bebas dan kita kemudian akan mengetahui apa sebenarnya Cinta Sejati.

Terdapat dua istilah yang menjadi dasar di dalam membicarakan kebenaran, yaitu kebenaran karena usaha manusia sendiri, dan kebenaran yang berasal bukan dari diri kita, tetapi kebenaran yang diberikan/dianugrahkan kepada kita. Seseorang mendapat upah berdasarkan apa yang dia usahakan, apa yang dia tuai adalah hasil dari apa yang dia tabur. Ketika ada aksi maka ada reaksi. Semua hukum yang berlaku di seluruh dunia menyetujui hal ini. Kemudian pertanyaan yang mengikutinya adalah, apakah ada orang menjadi “benar” ketika dia mendasarkan kebenarannya berdasarkan apa yang dia usahakan?

“Tidak ada yang benar, seorang pun tidak”, sejujur itulah sebenarnya pengakuan yang saya miliki. Kebenaran kita seperti debu dihadapkan kepada kebenaran Allah. Saya pun tahu saya tidak bersaing dengan Allah di dalam kebenaran. Jadi bagaimana saya bole mengalamikebenaran itu, jikalau tidak ada seorang pun benar. Apakah dengan segala hukum saya akan mengalami kebenaran, atau justru saya semakin

menyadarkan saya bahwa di dalam banyak hukum terdapat banyak pelanggaran? Apakah saya bisa bermegah karena kebenaran saya sendiri? Tetapi syukur kepada Allah, kebenaran itu adalah Isa Almasih, Sang Kebenaran telah menyatakan dirinya, supaya manusia mengenal kebenaran. Dan Sang Kebenaran itu hidup, dia tidak tergantung kepada usaha dan perbuatan manusia untuk kita bisa mengenalnya, kecuali Sang Kebenaran itu berkasih karunia menyatakan diriNya kepada kita, oleh anugrahNya yang ajaib.


Pontius Pilatus berdiri di hadapan Yesus Kristus, bertanya kepada-Nya, “Apa itu Kebenaran?”

Dia sebenarnya menanyakan sebuah pertanyaan yang salah. Kalau dia bertanya, “Siapa Kebenaran,” Yesus akan menyatakan diriNya sebagai “Kebenaran” kepadanya. Ketika Yesus menyatakan di dalam Yohanes 14:6,”Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup”, maka wacana tentang kebenaran mempunyai dimensi yang berbeda, kebenaran itu adalah pribadi Yesus.

Ketika Yesus menyatakan dirinya bahwa dirinyalah Sang Kebenaran, maka sebenarnya pertanyaan yang relevan ketika berwacana tentang kebenaran adalah “Siapa (Sang) Kebenaran?”. Ketika kebenaran itu terwujud di dalam pribadi Kristus, maka kebenaran adalah pribadi Yesus. Dan kita tidak menanyakan sesuatu yang bersifat personal dengan pertanyaan “apa”, tetapi “siapa”.

Pertanyaan yang menggunakan kata tanya “Apa” rasanya tidak tepat digunakan untuk mendapatkan penjelasan tentang seorang pribadi. Pertanyaan dengan menggunakan kata tanya “Apa”, sangatlah cocok dipasangkan pada sesuatu yang impersonal. Namun pertanyaan yang menggunakan kata tanya “Siapa”, akan selalu berkaitan dengan sesuatu yang bersifat personal, yang menunjuk kepada seorang pribadi.

Mari Menjadi KRISTEN karena menglami perjumpaan dengan Tuhan dan hidup didalam habitusnya  bukan karena saya lahir beragama Kristen dan atau orang Tua saya beragama Kristen lantas saya juga beragama Kristen, seseorang belum mempunyai legalitas Kristen jika dia belum mengalami perjumpaan secara pribadi didalam Kristus dan hidup didalam habitus epicentrum kehendakNya yang derivasinya diaplikasikan dalanm Obeying dan sumbsion setiap hari kepada KRISTUS Coram Deo  - Salam   Semper Reformata, Semper Reformanda

Locus : Pastori -  September 4, 2013  3 : 52 PM -  @ By : El Roi Israel Sipahelut







Tidak ada komentar:

Posting Komentar