Who Is The Capernaum
- gbinkapernaumjembrana
- Jembrana - Bali, Bali, Indonesia
- Beloved Husband And Dad For Three Uniq Kids
Jumat, 30 Juni 2023
YERUSALEM ISTIMEWA SECARA SEJARAH TETAPI TIDAK ISTIMEWA SECARA ROHANI
Rabu, 09 Maret 2022
INKARNASI ALLAH DIDALAM NATAL
(Klik Untuk Mendengarkan Audionya)
Jumat, 04 Maret 2022
YAYASAN DAN PANTI ASUHAN BATU PENJURU BALI
VISI
MENYELAMATKAN,
MENGEMBALIKAN MASA DEPAN, MENDIDIK SERTA
MEMBAWA CITRA DIRI, KELUARGA, MASYARAKAT, DAN BANGSA SERTA MENINGKATKAN
KUALITAS HIDUP LEBIH BAIK DIMULAI DARI KABUPATEN JEMBRANA DI BALI BARAT
MISI
MEMBUKA DAN MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN SERTA PANTI ASUHAN
YANG BESAR TERBAIK, MODERN DAN MAJU
PELAYANAN :
ERINDUAN & KOMITMEN KAMI
- Bermitra dengan Umat Tuhan untuk Melayani yang Terpinggirkan
- Kami Rindu juga supaya rekan yang lain mengetahui bahwa Anda telah membuat perbedaan dalam kehidupan seseorang dengan menjadi bagian dari pelayanan ini
- Panti Asuhan Yang Sudah Berjalalan 12 Tahun Lebih Dan telah meluluskan Angkatan Pertama, Mereka telah bekerja, ada yang kuliah dan Telah melayani menjadi Misionaris
- Sekolah Bola yang Kami Dirikan Untuk Mendidik Anak-anak Secara Gratis dengan Kemampuan Apa Adanya dan terbatas, Tuhan Telah Memberktatikami dengan Tools Bola Dan Pelatihan Yang Temporer dari Misionaris Sport
MENJANGKAU ORANG MISKIN MELALUI KASIH YESUS!
“35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; 36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku (Matius 25 : 35 – 36).”
Apakah Anda ingin bergabung dengan layanan kami di Bali ? Beberapa pilihan yang bisa anda ambil :
- Melalui doa dan syafaat
- Dengan berpartisipasi langsung, datang dan melayani bersama kami di pulau Bali
- Melalui dukungan keuangan
Jika anda ingin mengirim hadiah tambahan ke anak-anak untuk "Dana Natal dan Ulang Tahun", anda dapat mengirimnya ke rekening Yayasan Batu Penjuru. Mohon bantuannya untuk menuliskan, untuk Dana Natal dan Ulang Tahun.HUBUNNGI KAMI DI WHATSUP
Lokasi Kami
Alamat : Jl. Pulau Bali. No.7 Dauhwaru 82218 (Belakang clandys ) Negara - bali
Telp : 085738569066
Email : sipahelutroi@gmail.com
Rabu, 08 Agustus 2018
Jati Diri, Karakter Dan Kepribadian
Rom 12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
JATI DIRI, KARAKTER, DAN KEPRIBADIAN
Jati diri adalah ”diri yang sejati/sejatinya diri”. Secara budaya adalah ”ciri bawaan sejak lahir/merupakan fitrah” yang menunjukkan siapa sebenarnya diri kita secara ”fisik maupun psikologis”, bersifat bawaan sejak lahir (gift), serta merupakan sumber dari watak/karakter dan totalitas kepribadian seseorang.
Karakter adalah ‘distinctive trait, distinctive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or group’. Kamus Besar Bahasa Indonesia belum memasukkan kata karakter, yang ada adalah kata ‘watak’ yang diartikan sebagai: sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat. Dalam risalah ini, dipakai pengertian yang pertama, dalam arti bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang punya kualitas moral (tertentu) yang positif. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk.
Peterson dan Seligman, dalam buku ’Character Strength and Virtue’ [3], mengaitkan secara langsung ’character strength’ dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari ‘character strength’ adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Dalam kaitannya dengan kebajikan, Peterson dan Seligman mengidentifikasikan 24 jenis karakter.
Kepribadian, merupakan penampilan (lebih ke psikologis) seseorang yang terpancar dari karakter. Namun penampilan ini belum tentu mencerminkan karakter yang bersangkutan, karena dapat saja tertampilkan sangat bagus tetapi didorong oleh ”kemunafikan”. Dengan demikian untuk mengenal seseorang secara lengkap diperlukan waktu, karena yang terpancar sebagai lingkaran terluar adalah kepribadian yang bisa mengecoh, sementara lingkaran kedua adalah karakter dan lingkaran terdalam adalah jatidirinya.
Secara visual hubungan antara jatidiri, karakter dan kepribadian dapat digambarkan sebagai berikut:
BEBERAPA MANIFESTASI KRISIS KARAKTER DI INDONESIA
Dalam kasus Indonesia, krisis karakter, mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan kemampuan untuk mengerahkan potensi masyarakat guna mencapai cita-cita bersama. Krisis karakter ini seperti penyakit akut yang terus menerus melemahkan jiwa bangsa, sehingga bangsa kita kehilangan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang maju dan bermartabat di tengah-tengah bangsa lain di dunia.
Krisis karakter di Indonesia tercermin dalam banyak fenomena sosial ekonomi yang secara umum dampaknya menurunkan kualitas kehidupan masyarakat luas. Korupsi, mentalitas peminta-minta, konflik horizontal dengan kekerasan, suka mencari kambing hitam, kesenangan merusak diri sendiri, adalah beberapa ciri masyarakat yang mengalami krisis karakter.
Korupsi, korupsi adalah salah satu bentuk krisis karakter yang dampaknya sangat buruk bagi bangsa Indonesia. Korupsi menjadi penghambat utama kemajuan ekonomi bangsa ini, dan pada gilirannya menjadi sumber dari berkembangnya kemiskinan di Indonesia. Dalam pergaulan internasional, posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia telah menyebabkan bangsa ini kehilangan martabat di tengah-tengah bangsa lain. Korupsi terjadi karena orang-orang kehilangan beberapa karakter baik, terutama sekali kejujuran , pengendalian diri (self regulation), dan tanggung jawab sosial.
Kesenangan merusak diri sendiri. Di samping korupsi, memudarnya karakter di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya ‘kesenangan’ dari sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi aksi yang berdampak merusak atau menghancurkan diri –bangsa kita- sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-bangsa lain bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing negaranya, kita di Indonesia sebagian dari kita malah dengan bersemangat memakai energi masyakat untuk mencabik-cabik dirinya sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan membiarkannya. Memecahkan perbedaan pendapat atau pandangan dengan menggunakan kekerasan, secara sistematik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah beberapa bentuk dari kegiatan merusak diri sendiri. Ini terjadi karena makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai, dalam kebhinekaan.
Hipokrisi atau Kemunafikan. Di atas telah disampaikan bahwa Indonesia dipandang sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia. Namun, di pihak lain masyarakat Indonesia nampaknya adalah masyarakat yang sangat rajin melakukan kegiatan keagamaan. Bahkan tidak jarang orang Indonesia membanggakan diri sebagai masyarakat yang hidupnya sangat religius, dan sepanjang yang saya ketahui, tindakan korupsi, atau mengambil yang bukan haknya atau milik orang lain, seperti juga mencuri, dilarang oleh semua agama. Sungguh sebuah ‘keganjilan’ bahwa masyarakat yang merasa riligius namun negaranya penuh korupsi. Lebih memprihantinkan lagi adalah bahwa menurut salah seorang penjabat KPK, lembaga negara yang paling korup adalah Departemen Agama . Apabila pernyataan tersebut didasarkan pada data yang dapat dipercaya, maka hal ini adalah contoh yang paling nyata dari hipokrisi di Indonesia, di samping sekian banyak contoh yang lain. Hipokrisi atau kemunafikan mengandung arti kepura-puraan atau menyuruh atau menasihati orang lain melakukan hal yang baik namun dia sendiri melakukan hal sebaliknya.
Mentalitas makan siang gratis. Berkembangnya mentalitas ‘makan siang gratis’, adalah fenomena lain yang menunjukkan krisis karakter. Ini adalah sikap mental yang memandang bahwa kemajuan bisa diperoleh secara mudah, tanpa kerja keras, bisa dicapai dengan menandahkan tangan dan dengan menuntut kekiri dan kekanan..
Kesenangan mencari kambing hitam. Kebiasaan menimpakan kesalahan kepada orang lain, merupakan salah satu karakter yang menghambat kemajuan. Ini bukan kekuatan, namun kelemahan. Di masa lalu kita masih sering mendengar banyak orang menyatakan bahwa sulitnya Indonesia mencapai kemajuan lama sesudah kemerdekaan adalah akibat ulah penjajah Belanda. Dalam mencari penyebab rusaknya ekonomi Indonesia sekarang kita punya kambing hitam baru, konpirasi Amerika Serikat, IMF, World Bank, dan akibat dominasi golongan minoritas. Seandainya sinyalemen itu benar, sebenarnya ada cara bertanya yang lain: ’Apa yang salah dengan bangsa kita yang menyebabkan kita beratus-ratus tahun bisa dijajah oleh Belanda -kerajaan yang sangat kecil dari jumlah penduduk dan luas wilayah; bisa menjadi korban konspirasi Amerika Serikat, IMF dan World Bank, dan kelompok mayoritas belum bisa menguasai sebagaian besar kegiatan ekonomi di Indonesia ? Pertanyaan terakhir ini jarang sekali dikemukakan, karena adanya arogansi bahwa ’kami selalu benar’. Akibatnya, bangsa kita kurang bisa belajar dari pengalamannya sendiri, dan kurang mampu berubah ke arah yang lebih baik karena merasa bahwa tak ada yang perlu diperbaiki pada diri kita.
Kontradiktif, Kontroversial, dan Paradoksal
Mungkin Anda akan bertanya, mengapa judul tulisan ini “Kontradiktif, Kontroversial, dan Paradoksal”? Apa hubungannya dengan Para Pemimpin Di Gereja ? Mari kita lihat latar belakang penulisan tulisan ini. Banyak calon pemimpin Pada Tataran Fereja Lokal Hingga Sinodak memiliki berbagai jenis karakter. Dari berbagai jenis karakter ini, tentunya kita bisa bedah dengan firman Tuhan manakah pemimpin yang sesuai dan manakah yang tidak pantas memimpin.
Dari berbagai karakter tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk membahas tiga sifat atau karakter yang mungkin dimiliki oleh calon pemimpin yang sering kita jumpai, yaitu kontradiktif, kontroversial, dan paradoksal. Tentunya tiga karakter ini tidak lantas menjadi representasi keseluruhan dari personalitas calon pemimpin di Organisasi Gerejawi Bahkan Pada Tataran Sekuker Sekalioun. Namun, ketiga karakter inilah yang paling sering dimanipulasi untuk membingungkan Pemilih dalam memilih pemimpin yang terbaik Pada Sidang Sidan Sinode Dalam Pergantian Pemimpin
Jika kita harus memilih, manakah yang harus kita pilih, apakah pemimpin yang kontradiktif, kontroversial, atau paradoksal? Sebelum kita bicara secara detil ketiga hal ini, mari kita lihat definisi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk ketiga kata ini. Kontradiktif berarti bersifat kontradiksi. Kontradiksi itu sendiri adalah pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan.
Kontroversial berarti bersifat menimbulkan perdebatan. Paradoksal didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia, seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran.
Tentunya hanya dengan mengetahui definisi ketiga kata tersebut tidak langsung membuat pertimbangan kita langsung menjadi jelas. Oleh karena itu, di bawah ini akan coba dijabarkan sedikit ketiga hal tersebut. Pertama, pemimpin yang kontraktiktif. Pemimpin yang kontrakdiktif bukanlah pemimpin yang dipertentangkan oleh orang-orang. Namun, pemimpin itu sendiri yang menghadirkan hal-hal yang bertentangan dalam dirinya sendiri. Mungkin kata-katanya, mungkin juga tingkah lakunya. Dalam tingkatan yang lebih tinggi lagi, sebenarnya kita harus membedah pikiran-pikirannya.
Orang yang tidak sesuai antara pikiran dan perkataannya, antara perkataan dan tindakannya, kita sebut sebagai orang yang tidak mempunyai integritas. Satu kata yang mewakili adalah munafik (hypocrite). Namun, integritas seseorang mungkin tidak terbaca dalam waktu singkat. Oleh karena itu, kita fokuskan saja pada kesesuaian kata-katanya dan tindakan-tindakannya.
Pemimpin yang kontradiktif merupakan pemimpin yang ucapannya tidak bisa dipegang. Jika tidak bisa dipegang, maka kita tidak tahu dengan pasti manakah yang sesuai dengan pikiran dan isi hatinya. Oleh karena itu, semua janji-janjinya tidak dapat dipastikan akan benar-benar dijalankannya. Belum lagi jika janjinya memang hanya lip service untuk meraih dukungan saja. Kontradiksi pada pemimpin semacam ini bisa terjadi antara kata-katanya. Jelas pemimpin seperti ini tidak bisa kita harapkan untuk membawa kebaikan bagi Umat yang dipimpinnya.
Integritas adalah karakter esensial yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Bahkan seyogianya setiap manusia harus bisa menjaga integritasnya. Kristus mengajarkan, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Integritas harus merupakan karakter yang mutlak dimiliki seorang pemimpin.
Sekarang kita akan melihat karakter yang kedua, kontroversial. Apakah seorang pemimpin yang kontroversial boleh memimpin? Jika kita melihat kembali bagaimana Samuel dipimpin oleh Allah untuk memilih dari antara anak-anak Isai, seseorang yang akan menjadi raja menggantikan Saul, jelas terlihat bahwa pilihan Allah itu kontroversial. Mengapa harus Daud? Isai sendiri tidak memperhitungkannya. Ya, jika kita membandingkan pandangan manusia dengan pandangan Allah akan terlihat kontroversial. Pandangan manusia begitu terbatas, paling menilai apa yang terlihat, sementara Allah adalah Pencipta yang tahu segala sesuatu mengenai ciptaan-Nya. Dia tahu Daud, sang anak bungsu, yang harus menjadi raja atas Israel. Bukan Eliab. TUHAN berfiman kepada Samuel ketika Samuel berpikir Eliablah yang akan dipilih oleh Allah: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (1Sam. 16:7).
Memang tidak mudah untuk memilih pemimpin kontroversial dalam sistem demokrasi. Jika mayoritas rakyat merasa sang calon pemimpin kurang berkenan maka jelas tidak akan terpilih. Justru di sinilah bagian kita sebagai murid Kristus untuk melihat dengan kacamata Allah. Apakah mudah? Tentu saja tidak. Kita memerlukan kepekaan dari Allah untuk bisa melihat apa yang dilihat oleh Allah. Tentu saja kontroversial itu bukan karakter esensial bagi seorang pemimpin. Namun, jika pemimpin kontroversial ini memiliki hati yang murni untuk membawa kebaikan bagi rakyat yang dipimpin, takut akan Allah, jangan ragu untuk bertentangan dengan pandangan umum, pilihlah dia.
Bagaimana dengan pemimpin yang paradoksal? Konsisten dengan definisinya, pemimpin yang paradoksal adalah pemimpin ideal. Pencipta kita adalah TUHAN yang paradoksal. Dia adalah Allah yang adil sekaligus kasih. Dia adalah Allah yang membenci dosa yang paling kecil sekaligus memberikan pengampunan bagi orang yang paling berdosa. Sebagai peta teladan Allah, kita harus menyerupai Allah di dalam karakter paradoks ini. Kita juga harus membenci dosa sekecil mungkin dan mengasihi orang yang paling berdosa, termasuk orang-orang yang dianggap sampah masyarakat, seperti pelacur dan narapidana. Berbahagialah Para Gembala yang mempunyai karakter paradoksal ini. Dia tidak kompromi terhadap kejahatan, dan tidak menahan kasihnya kepada Umat Gembalaannya. Dia tegas, namun membawa kesejukan. Dia mendorong Umatnya untuk berusaha bertumbuh menyerupai Kristus, tetapi juga berjuang sekeras mungkin untuk yang miskin agar tidak terabaikan.
Karakter kontroversial dan paradoksal mungkin saja dimiliki oleh satu orang yang sama. Walaupun mungkin dengan intensitas yang tidak setara. Oleh karena itu, janganlah kita melihat hal yang artifisial. Tegas itu bukan ditentukan oleh seberapa keras omongannya.
Peduli bukan dilihat dari donasinya. Belajarlah melihat hati, mintalah kepekaan itu kepada Allah. Lakukanlah bagian kita, percayalah Allah berdaulat atas setiap suksesi, karena untuk itulah kita dihadirkan pada zaman ini, yakni untuk mengemban misi Kerajaan Allah dengan menghadirkan kehendak Allah sambil mengharapkan dan menunggu kedatangan kembali Sang Raja untuk menegakkan Kerajaan-Nya secara penuh dan sempurna.
Jangan Menghakimi ! Bolehkan Orang Kristen Melakukannya ?
Jangan Menghakimi ? Bolehkah Orang Kristen Melakukannya ?
Jangan Menghakimi! Jurus Andalan Orang Kristen “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan k epadamu. (Mat 7:1-2) “Kita tidak berhak menghakimi, yang berhak menghakimi hanya Tuhan Yesus.” “Dia kan hamba Tuhan besar, jangan sembarangan menghakimi hamba Tuhan, nanti kamu bisa celaka.” “Jangan menghakimi hamba Tuhan, kalau hamba Tuhan itu salah, biar Tuhan sendiri nanti yang akan menegur dia.” “Memangnya kamu siapa, merasa berhak menghakimi! Jangan melihat selumbar dimata saudaramu, tapi balok di mata kamu sendiri tidak kelihatan.” Itulah kira-kira beberapa perkataan yang sering saya dengar ketika seseorang sedang “mengingatkan” untuk “tidak menghakimi”. Masih banyak perkataan lainnya yang bahkan cenderung lebih kasar perkataan di atas yang diucapkan oleh seorang Kristen agar tidak menghakimi. Kata “jangan menghakimi” bukan hal asing di telinga kita. Saya yakin kebanyakan orang kristen pasti pernah mendengarnya, bahkan banyak yang hafal ayatnya. Berdasarkan ayat Matius 7:1-2 ini, maka banyak orang Kristen yang hanya bisa bungkam ketika melihat suatu kesalahan diantara saudara seimannya apalagi kalau yang salah itu adalah seorang “hamba Tuhan” ditambah seorang “hamba Tuhan yang diurapi” atau “hamba Tuhan yang punya kuasa” atau “hamba Tuhan yang dipakai Tuhan dengan luar biasa”. Matius 7:1-2 merupakan sebuah senjata ampuh bagi kebanyakan orang Kristen untuk membungkam orang Kristen lainnya yang lebih kritis. Ini juga menjadi senjata andalan bagi para Pendeta atau hamba Tuhan untuk membungkam pengikutnya agar tidak mempertanyakan ajarannya. Itu sebabnya saya menyebut ayat Mat:1-2 ini adalah jurus andalan orang Kristen. Apakah sebenarnya yang dikatakan Alkitab tentang hal ini. Saya akan masukkan seluruh pasal 7 yang diberi judul perikop “Hal Menghakimi”. “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” Kebanyakan orang kristen yang menggunakan ayat ini hanya mengandalkan ayat 1 dan 2 dan kebanyakan lagi hanya mengandalkan ayat 1 saja. Itu sebabnya mereka mengambil kesimpulan bahwa orang kristen “TIDAK boleh menghakimi”. Meskipun banyak juga yang sering mengucapkan ayat berikutnya, tapi pikiran mereka sudah di setting untuk hanya mengandalkan ayat 1 dan 2. Mungkin itu juga yang diajarkan oleh para Pendeta yang “tidak ingin dihakimi”. Bacalah secara keseluruhan ayat ini, saya yakin anda akan menemukan hal yang berbeda. Apanya yang berbeda? Bukankah ayat berikutnya justru lebih memojokkan orang kristen yang suka menghakimi? Di ayat berikutnya justru dikatakan bahwa orang kristen yang suka menghakimi adalah orang MUNAFIK! Bukankah begitu? Itu memang benar, maksud saya orang kristen yang suka menghakimi atau dalam hal ini yang ingin mengeluarkan selumbar dimata saudaranya dengan balok masih ada dimatanya sendiri disebut Yesus sebagai orang munafik. Orang seperti ini adalah orang yang ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu menunjukkan kesalahan saudaranya, sementara kesalahannya sendiri ia tidak ketahui. Bagian ayat ini juga yang banyak digunakan oleh orang kristen untuk mengatakan “Kamu sendiri saja imannya belum beres sudah mau sok pahlawan membereskan iman orang lain!” Perhatikan baik-baik. Bukankah masih ada kelanjutan dari ayat ini? Saya tuliskan kembali Mat 7:5 “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” Yesus menyebut orang munafik adalah orang yang ingin mengeluarkan selumbar dari mata saudaranya dengan balok ada dimatanya sendiri. TAPI, Yesus juga mengatakan untuk mengeluarkan balok dari mata kita dahulu baru kemudian kita bisa melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar dari mata saudara kita. Bukankah ini yang dikatakan oleh Yesus. Yesus sama sekali tidak melarang untuk menghakimi, hanya saja untuk menghakimi itu tidak sembarangan. Sejak ayat pertama dari pasal ini, Yesus memberi peringatan untuk tidak menghakimi agar kita tidak dihakimi. Ini menunjukkan kalau kita tidak siap untuk dihakimi, maka sebaiknya kita jangan menghakimi. Ayat berikutnya memberikan penjelasan yang lebih detail yaitu penghakiman dan ukuran yang kita gunakan untuk menghakimi juga akan diarahkan ke kita. Ini sama sekali tidak ada larangan untuk menghakimi, tapi kesiapan untuk dihakimi dengan hal yang sama. Oleh sebab itu di dua ayat terakhir, Yesus mengajarkan apa yang harus kita persiapkan terlebih dahulu sebelum kita dapat menghakimi. Kita harus dapat melihat dengan jelas terlebih dahulu, yang dalam hal ini kita harus tahu kebenaranNya terlebih dahulu baru kita bisa melihat kesalahan dari saudara kita. Mengapa demikian, ini karena dalam hal ini kita menyatakan kebenaran, memberi nasehat dan menegor, bukan asal menuduh atau menghakimi. Sadarkah anda yang suka mengatakan “jangan menghakimi” sebenarnya anda sendiri sudah menghakimi orang yang anda tuduh “menghakimi” itu? Sepanjang pengalaman saya, orang yang suka berkata “jangan menghakimi” sebenarnya adalah orang yang tidak mengerti apa-apa mengenai kebenaran Alkitab. Saat saya dituduh “menghakimi”, saya selalu menanyakan dibagian mana saya menghakimi dan kalau memang yang saya katakan itu salah, tunjukkan dimana salahnya dan katakan kepada saya apa yang benar. Anda tahu, sampai hari ini, orang-orang yang menuduh saya suka menghakimi, tidak satu pun bisa menunjukkan kesalahan saya, apalagi menunjukkan kebenarannya. Saya pernah mengatakan sebuah ajaran seorang pendeta terkenal itu salah kepada teman saya yang merupakan pengikutnya. Saya jelaskan kesalahannya berdasarkan Alkitab. Anda tahu jawaban teman saya? “Kamu tidak berhak menghakimi, dia seorang pendeta terkenal yang diurapi Tuhan loh”. Tapi saya jawab lagi “Saya hanya menjelaskan ada kesalahan dari ajarannya berdasarkan Alkitab.” Dia tetap ngotot bahwa pendeta itu pasti benar, saya yang salah dan sesat menafsirkan firman Tuhan. Saya minta dia tunjukkan dimana kesalahan saya berdasarkan Alkitab, dan dia sama sekali tidak bisa. Dia hanya bisa mengatakan kalau sayalah yang sesat dan suka menghakimi. Kejadian ini seringkali terjadi dan cara yang sama yang digunakan oleh orang-orang Kristen yang tidak mengerti apa-apa tapi sangat percaya kepada pendetanya, akhirnya dengan hanya mengandalkan kata “jangan menghakimi” dia merasa diri sudah paling mengenal kebenaran, padahal isinya KOSONG.
Mat 7: 1-5 tidak mengajarkan bahwa orang kristen tidak boleh menghakimi, tapi yang diajarkan adalah bagaimana cara anda menghakimi dengan benar. Ketika anda akan menghakimi, anda harus tahu dahulu kesalahan dan kebenarannya, agar anda bisa memberikan penjelasan dan menyadarkan orang yang melakukan kesalahan. Anda juga harus siap untuk dihakimi dengan cara yang sama dan anda berhak untuk mengetahui kesalahan anda dan mendapatkan penjelasan kebenarannya. Jika anda masih tetap ngotot bahwa ayat diatas mengajarkan untuk tidak menghakimi, saya akan berikan ayat-ayat lainnya. Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil. Yoh 7:24 Ayat didalam Yoh 7:24 ini mengajarkan mengenai menghakimi dengan adil. Jika ayat Matius di atas anda katakan “tidak boleh menghakimi”, maka coba jelaskan, apakah kedua ayat ini saling bertentangan? Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi oleh Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu. 1 Kor 5:12-13 Ayat Korintus ini juga mengajarkan mengenai menghakimi. Bahkan disini dengan jelas diajarkan bahwa orang Kristen harus menghakimi orang Kristen. Orang Kristen tidak berhak menghakimi orang yang bukan Kristen, karena orang yang bukan Kristen itu akan dihakimi oleh Allah. Yang terjadi adalah orang kristen yang suka mengatakan “jangan menghakimi” umumnya suka menghakimi orang-orang yang beragama lain. Ini yang saya juga tidak suka. Terkadang saya dianggap lebih mendukung agama lain daripada Kristen karena saya suka mengatakan “Jangan menilai kebenaran agama lain berdasarkan kitab suci-mu, kalau kamu mau seperti itu kamu juga harus bersedia dikatakan sesat oleh orang beragama lain yang menilai agamamu berdasarkan kitab suci-nya.” Tiga ayat yang saling mendukung yang mengajarkan tentang orang Kristen yang harus menghakimi orang Kristen. Tapi penghakiman yang dilakukan orang Kristen tidak boleh menghakimi dengan sembarangan. Tidak sembarangan bukan berarti anda tidak boleh menghakimi hamba Tuhan atau Pendeta atau sesama orang Kristen, tapi tidak sembarangan berarti anda harus mengerti kebenaran dan kesalahannya. Oleh sebab itu belajarlah Alkitab baik-baik agar anda mengenal kebenaran. Jika anda masih belum puas saya berikan ayat-ayat lainnya : Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalai ia menyesal, ampunilah dia. Luk 17:3 Kesaksian itu benar. Karnea itu tegorlah mereka dengan tegas supaya mereka menjadi sehat dalam iman, dan tidak lagi mengindahkan dongeng-dongeng Yahudi dan hukum-hukum manusia yang berpaling dari kebenaran. Titus 1:13-14 Sebab mesias-mesia palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.
Mat 24:24 Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka. 2 Pet 2:1 Beritakanlah firman, siap sedialah, baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. 2 Tim 4:2 Ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa. Yak 5:20 Ayat-ayat ini mengajarkan anda untuk memberikan tegoran jika ada saudara seiman yang salah. Inilah cara penghakiman orang Kristen, anda menegor dengan tujuan menyatakan kebenaran dan menyadarkan orang lain dengan kesalahannya. Nabi palsu, guru-guru palsu akan bermunculan. Oleh sebab itu anda harus siap setiap saat, baik atau tidak baik waktunya. Nyatakanlah yang salah dan tegorlah. Banyak orang yang suka mendengar dongeng-dongeng pendeta seolah-olah itu pengalamannya bersama Tuhan. Oleh sebab itu anda harus berhati-hati. Belajarlah Alkitab dengan baik-baik, karena itu yang diminta oleh Yesus. Jika anda mengetahui ada kesalahan dalam sebuah pengajaran, bukan hal yang salah anda menghakimi ajaran tersebut termasuk jika harus menghakimi pengajarnya. Jadi, jangan lagi menjadikan jurus “Jangan Menghakimi: sebagai jurus andalan, tapi belajarlah menghakimi dengan adil dan kebenaran. Jadikan Alkitab sebagai standar ukuran kebenaran. Bukankah didalamnya berisi pengajaran Yesus yang adalah kebenaran itu sendiri
Jumat, 16 Maret 2018
KETAKUTAN DAN RUMAH BORDIL
Hari ini media memberitakan prihal rekaman pada sebuah telepon genggam milik seorang laskar DI (Daulah Islamiyah) yang tewas di Kobane atau Ayn al-Arab, di Syria Utara. Rekaman itu menayangkan pemenggalan balita sementara terlihat seorang ibu dan kakaknya yang masih anak-anak dipaksa untuk menyaksikan tindakan barbar ini (DW 18/10). Penggalan rekaman yang disensor sebab saking brutalnya ini diunggah sebagai bukti kepada dunia ; yang kemudian dihapus setelah beberapa jam kemudian atas dasar semua pihak tersadar tujuan dari rekaman ini untuk menebar benih ketakutan. Ketakutan agar siapa pun tunduk kepada DI.
Hal ini mengingatkan diri saya terhadap sebuah peristiwa ketika PM Winston Churchill berbicara di depan parlemen di tengah maraknya Perang Dunia II (1939 – 1945), inti pidatonya saat itu meminta publik Inggris untuk menghadapi ketakutan. Ketakutan terhadap kedigdayaan mesin perang Nazi Jerman. Ketakutan terhadap brutalitas politik anti Semit yang dihembuskan Adolf Hitler. Bagi Churchill jika ketakutan dibiarkan ; akibatnya ia ibarat virus yang akan berinkubasi dan menghantam diri sendiri.
Pepatah bijak bilang dari sisi lain, jika kita benar maka kita tidak perlu takut dengan apa pun. Entah apa yang dipikirkan oleh para petinggi DI yang sejatinya sama dengan diri kita yang adalah manusia. Tentunya mereka memiliki isteri/suami, anak, keluarga, kerabat, dan sahabat yang jika direfleksikan soal penghilangan paksa atas diri mereka ; akankah reaksi mereka berbeda ? Jawabannya adalah tidak. Reaksinya adalah kesedihan, kepedihan, bahkan hingga memuncak menjadi dendam seperti juga yang dialami banyak orang khususnya pelbagai etnis di kawasan Syria dan Irak Utara juga para pemeluk agama Islam yang salah satunya berpaham Allawiyah.
Jadi balik lagi pada soal ketakutan yang tidak memberikan kemerdekaan dan pada akhirnya membuat kita miskin akan kebenaran jelas tujuan lethal DI bagi kita semua. Ketika kita tidak merasa takut dan lebih mengusung kebenaran atas nama nilai-nilai kemanusiaan, moral, dan hukum (mohon jangan bicara soal rohani sebab akan selalu berujung bias) dan pada saat itu, saya meyakini tujuan DI telah gagal terhadap diri kita.
Begitu rekaman di atas disimak di pinggir kota Kobane, seorang laskar wanita YPG yang turut menyaksikan menukas bahwa ia tidak merasa takut tapi justeru lebih terdorong untuk memberikan perlawanan. Percayalah, ia sudah menang terlebih dahulu tanpa bertempur.
Lantas jika demikian adanya, surga macam apakah yang mengijinkan seorang pemenggal kepala balita buat meniduri tujuh puluh dua bidadari yang selalu perawan, perawan, dan perawan di tepi kolam susu dan madu (tanpa ada semut) di alam keabadian ? Jadi, janganlah takut sebab kita semua tidak membutuhkan surga yang lebih mirip rumah bordil.