Who Is The Capernaum

Jembrana - Bali, Bali, Indonesia
Beloved Husband And Dad For Three Uniq Kids

Senin, 07 Maret 2016

MENCARI TUHAN


Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: “Carilah Aku, maka kamu akan hidup!” (Amos 5:4). Petikan ayat ini sangat populer di kalangan umat percaya. Ayat-ayat ini, biasanya dibacakan dalam ibadah-ibadah untuk mengawali tahun yang baru sebagai cara untuk memotivasi umat. Untaian kalimat disusun sedemikan indah dan terkesan rohani, tetapi sayang, semangat yang diusung adalah semangat zaman. Hari-hari ini, dunia sedang dilanda berbagi krisis, mulai dari krisis ekonomi, politik, lingkungan, budaya, sosial, keamanan dan lain sebagainya. Hal ini membuat kecenderungan banyak orang mencari solusi yang terbaik. Bagi umat percaya merasa ada Tuhan yang sanggup melakukan segala perkara. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan jawaban atas seluruh permasalahan yang ada adalah mencari Tuhan. Itu pun hanya diwakili dengan mengikuti kegiatan liturgi-liturgi gerejawi dan “berbuat baik”. Jika sudah demikian, maka dirasa sudah mencari Tuhan. Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh umat percaya tidak salah, tetapi jika tidak hal itu dilakukan tanpa disertai dengan pemahaman yang benar tentang arti mencari Tuhan secara tepat, maka hanya akan menimbulkan masalah di kemudian hari, karena mencari Tuhan tidak sama dengan mencari harta kekayaan dan kenyamanan hidup di dunia ini. Mengapa demikian?

Mari kita telusuri dengan seksama tentang kalimat mencari Tuhan ini. Dalam teks aslinya, kata “mencari” di dalam ayat tersebut digunakan kata, דָּרַש , ׁ dârash, yang dalam Alkitab KJV, diterjemahkan dengan kata seek, mencari. Kata dârash ini, berkaitan dengan penyembahan. Mencari Tuhan di sini sesungguhnya bertalian dengan penyembahan terhadap pribadi Allah sendiri. Penyembahan terhadap Allah bukanlah deretan tata cara ibadah, karena pada ayat selanjutnya Tuhan melarang orang Israel ke Betel, Gilgal dan Bersyeba di mana tempat-tempat itu adalah tempat peribadatan mereka. Allah adalah pribadi yang memiliki pikiran, perasaan dan kehendak. Mencari Tuhan sama halnya menemukan pribadi-Nya yang Agung. Memahami hal tersebut, tidak seharusnya pencarian umat terhadap Tuhan-nya ditujukan untuk keberhasilan hidup di dunia ini. Kata hidup yang dimaksud dalam ayat di atas adalah bukan hidup seperti pada umumnya, tetapi hidup yang berkualitas secara utuh. Mengapa demikian? Di luar sana banyak orang tidak mencari Tuhan, tetapi hidup mereka berhasil. Tuhan adalah penguasa kekekalan, jadi betapa malangnya jika pengharapan dan pencarian umat terhadap Tuhan hanya berfokus terhadap perkara-perkara fana ( 1Kor. 15:19). Untuk keberhasilan hidup hari ini, Tuhan telah memberikan kesempatan bagi setiap manusia, entah ia baik atau jahat (Mat. 5:45), tetapi Tuhan tidak memberikan kehidupan yang kekal kepada setiap orang. Hanya orang yang mencari Tuhan secara benar saja yang diberikan.

Mencari Tuhan yang benar adalah, tidak mengasihi diri sendiri, artinya tidak egois. Mencari Tuhan sejajar dengan mencari kesenangan Tuhan, bukan kesenangan diri sendiri. Kristus telah memberi teladan kepada umat percaya (Fil.2:5-11, Yoh.4:34). Seharusnya filosofi umat percaya adalah, kepuasanku adalah jika Tuhan puas, kesenanganku adalah jika Tuhan senang. Filosofi ini sepertinya tidak membumi dan sulit rasanya untuk dilakukan, tetapi memang demikian seharusnya. Mustahil rasanya! Jika hal itu dikaitkan dengan kemampuan orang percaya tentu mustahil. Persoalannya bukan mampu atau tidak, tetapi mau atau tidak. Kemampuan memang tidak ada, tetapi jika ada kemauan, Tuhan pasti tolong. Mencari Tuhan berarti “membunuh diri sendiri” (Mat.10:39). Mencari Tuhan, tidak sama dengan mencari kekayaan, jika hal itu yang dimaksudkan, pastilah Tuhan tidak berkata,”Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? (Mat.16:26). Mari kita periksa hati kita, dengan bertanya, “Sudah benarkah motivasi pencarianku akan Tuhan selama ini? Jika belum, mari kita bertobat. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar