SKANDAL PERSEPULUHAN
Saya terbeban untuk menunjukkan bahwa ada banyak yang salah di dalam
praktek mempersembahkan persepuluhan, bukan hanya apa yang Tuhan
kehendaki dari kita hari-hari ini tetapi juga apa yang dikehendakiNya
dari Israel di masa lalu di bawah Hukum Musa. Meski beberapa orang
Kristen tidak mempersembahkan persepuluhan sama sekali, tetapi
kebanyakan dari denominasi Injili, Pantekosta dan Kharismatik
mengajarkan bahwa kita harus menyisihkan 10% dari semua pendapatan yang
kita terima dan memberikannya untuk pekerjaan Tuhan.
Di beberapa
denominasi yang lebih kuno/tradisional memberikan persembahan
persepuluhan ini ke gereja mereka; yang lainnya memberikannya ke “rumah
perbendaharaan” yang didefinisikan sebagai gereja-gereja atau
pelayanan-pelayanan yang lebih “hidup” di mana mereka memperoleh
kebanyakan dari makanan rohani mereka. Beberapa memberikan persepuluhan
atas gaji kotor mereka (sebelum kena pajak dan potongan lainnya)
sehingga mereka merasa benar-benar memberikan potongan utuh pertama dari
kue mereka, yang lainnya memberikan persepuluhan atas gaji bersih
mereka (setelah kena pajak dan potongan lainnya) karena mereka merasa
itulah jumlah sesungguhnya yang mereka terima. Atas semua
pandangan/pendapat/keyakinan yang berbeda-beda tentang persembahan
persepuluhan ini tentu ada tokoh-tokoh besar di belakangnya yang akan
mempertahankan pandangan/pendapat/ keyakinannya masing-masing yang
berbeda-beda itu.
Menariknya, ternyata pengelolaan persembahan
persepuluhan yang diterima suatu gereja/sinode seringkali menjadi sumber
perpecahan dari gereja/sinode itu sendiri. Di dalam kebanyakan gereja
yang sangat menekankan perlunya para jemaat taat membayar persembahan
persepuluhan jarang – atau bahkan tidak pernah sama sekali –memberikan
laporan terbuka kepada para jemaatnya tentang jumlah persembahan
persepuluhan yang diterimanya dan pemanfaatan dari persembahan
persepuluhan itu sendiri. Ini justru jauh berbeda dengan gereja-gereja
yang tidak menekankan perlunya para jemaat taat membayar persembahan
persepuluhan. Gereja-gereja ini justru punya majelis yang salah satu
pekerjaannya mencatat dan melaporkan seluruh persembahan yang diterima
gereja kepada jemaat. Majelis ini juga yang mengatur pemanfaatan dari
persembahan-persembahan yang diterima dan juga melaporkannya kepada
jemaat. Dan – seperti yang sudah menjadi rahasia umum – persembahan
persepuluhan yang diterima oleh gereja-gereja yang tidak memiliki
majelis, seratus persen pemanfaatannya ditentukan oleh gembala sidangnya
sendiri. Dalam kasus terburuk, gembala sidang bisa saja menentukan
bahwa seluruh persembahan persepuluhan adalah miliknya. Ini mungkin saja
karena gembala sidang menganggap dirinya adalah “imam orang Lewi”
seperti pada jaman Hukum Musa yang berhak atas persembahan persepuluhan.
Di dalam kasus di mana gembala sidang menganggap dirinya adalah “imam
orang Lewi” dan menguasai seluruh persembahan persepuluhan, maka yang
sering terjadi adalah para pendeta-pendeta yang berada di bawah
kendalinya (yang tidak menikmati persembahan persepuluhan) lama kelamaan
ketika mereka sudah mulai berkembang/menjadi besar akhirnya memisahkan
diri (istilah halus untuk perpecahan) dan membuka gereja atau bahkan
sinode baru serta mengangkat dirinya sendiri menjadi gembala sidang
karena mereka merasa dirinya juga adalah “imam orang Lewi” yang berhak
atas persembahan persepuluhan.
Perpecahan juga bisa terjadi di
sebuah gereja seperti itu jika gembala sidang yang memimpinnya tiba-tiba
meninggal tanpa meninggalkan surat wasiat. Perebutan gereja bisa
terjadi di antara sanak familinya yang kebetulan juga semuanya menjadi
pendeta di gereja tersebut. Karena mereka masing-masing berpendapat
paling berhak menjadi gembala sidang pengganti yang memiliki hak penuh
atas persembahan persepuluhan. Perebutan gereja yang akhirnya menjadi
perpecahan gereja hanya akan mendukakan hati Tuhan (atau mungkin saja
menimbulkan murka Tuhan) dan menceraiberaikan jemaat yang sudah setia
sejak gereja tersebut masih kecil.
Oleh karena itu, satu-satunya
cara untuk mengenali masalah yang sesungguhnya baru akan bisa kita
dapati kalau kita mau bayar harga untuk menggalinya lebih dalam dari
dalam Alkitab itu sendiri dengan hati dan pikiran yang bersih, murni,
tulus, jujur dan tidak terkontaminasi doktrin denominasi mana pun. Yang
paling penting, kita harus memperbaiki setiap kesalahpahaman karena
sebenarnya ada pewahyuan dari karakter Tuhan di dalam rangkaian praktek
persepuluhan; setiap kesalahpahaman dari praktek itu berarti kita tidak
mendapatkan pewahyuan itu sendiri.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar