Who Is The Capernaum

Jembrana - Bali, Bali, Indonesia
Beloved Husband And Dad For Three Uniq Kids

Jumat, 16 Maret 2018

KETAKUTAN DAN RUMAH BORDIL




Di dalam ketakutan tidak ada kemerdekaan. Barang siapa yang takut maka ia bukan manusia merdeka. Oleh sebab itu janganlah merasa takut akan apa pun, terkecuali Dia yang memiliki kuasa menendang bokong para pendosa untuk masuk ke dalam neraka. Demikian ucapan seorang rohaniawan kepada saya berdekade lalu.

Hari ini media memberitakan prihal rekaman pada sebuah telepon genggam milik seorang laskar DI (Daulah Islamiyah) yang tewas di Kobane atau Ayn al-Arab, di Syria Utara. Rekaman itu menayangkan pemenggalan balita sementara terlihat seorang ibu dan kakaknya yang masih anak-anak dipaksa untuk menyaksikan tindakan barbar ini (DW 18/10). Penggalan rekaman yang disensor sebab saking brutalnya ini diunggah sebagai bukti kepada dunia ; yang kemudian dihapus setelah beberapa jam kemudian atas dasar semua pihak tersadar tujuan dari rekaman ini untuk menebar benih ketakutan. Ketakutan agar siapa pun tunduk kepada DI.

Hal ini mengingatkan diri saya terhadap sebuah peristiwa ketika PM Winston Churchill berbicara di depan parlemen di tengah maraknya Perang Dunia II (1939 – 1945), inti pidatonya saat itu meminta publik Inggris untuk menghadapi ketakutan. Ketakutan terhadap kedigdayaan mesin perang Nazi Jerman. Ketakutan terhadap brutalitas politik anti Semit yang dihembuskan Adolf Hitler. Bagi Churchill jika ketakutan dibiarkan ; akibatnya ia ibarat virus yang akan berinkubasi dan menghantam diri sendiri.

Pepatah bijak bilang dari sisi lain, jika kita benar maka kita tidak perlu takut dengan apa pun. Entah apa yang dipikirkan oleh para petinggi DI yang sejatinya sama dengan diri kita yang adalah manusia. Tentunya mereka memiliki isteri/suami, anak, keluarga, kerabat, dan sahabat yang jika direfleksikan soal penghilangan paksa atas diri mereka ; akankah reaksi mereka berbeda ? Jawabannya adalah tidak. Reaksinya adalah kesedihan, kepedihan, bahkan hingga memuncak menjadi dendam seperti juga yang dialami banyak orang khususnya pelbagai etnis di kawasan Syria dan Irak Utara juga para pemeluk agama Islam yang salah satunya berpaham Allawiyah.

Jadi balik lagi pada soal ketakutan yang tidak memberikan kemerdekaan dan pada akhirnya membuat kita miskin akan kebenaran jelas tujuan lethal DI bagi kita semua. Ketika kita tidak merasa takut dan lebih mengusung kebenaran atas nama nilai-nilai kemanusiaan, moral, dan hukum (mohon jangan bicara soal rohani sebab akan selalu berujung bias) dan pada saat itu, saya meyakini tujuan DI telah gagal terhadap diri kita.

Begitu rekaman di atas disimak di pinggir kota Kobane, seorang laskar wanita YPG yang turut menyaksikan menukas bahwa ia tidak merasa takut tapi justeru lebih terdorong untuk memberikan perlawanan. Percayalah, ia sudah menang terlebih dahulu tanpa bertempur.

Lantas jika demikian adanya, surga macam apakah yang mengijinkan seorang pemenggal kepala balita buat meniduri tujuh puluh dua bidadari yang selalu perawan, perawan, dan perawan di tepi kolam susu dan madu (tanpa ada semut) di alam keabadian ?  Jadi, janganlah takut sebab kita semua tidak membutuhkan surga yang lebih mirip rumah bordil.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar