KRISTUS & MELKISEDEK
Ada 10 penyebutan tentang persepuluhan di Perjanjian Baru. 3 pertama
ada di Matius 23:23, Lukas 11:42 dan Lukas 18:12. Matius 23:23 dan Lukas
11:42 itu serupa: Yesus mengkritisi orang-orang Farisi yang taat
membayar persepuluhan tapi mengabaikan keadilan, belas kasihan dan
kesetiaan. Lukas 18:12 berbicara tentang orang Farisi yang menyombongkan
dirinya memberikan persepuluhan.
Tujuh penyebutan lainnya tentang persembahan persepuluhan semuanya tercatat di dalam Ibrani 7:1-10:
“Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia. Kepadanya pun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya. Camkanlah betapa besarnya orang itu, yang kepadanya Abraham, bapa leluhur kita, memberikan sepersepuluh dari segala rampasan yang paling baik. Dan mereka dari anak-anak Lewi, yang menerima jabatan imam, mendapat tugas, menurut hukum Taurat, untuk memungut persepuluhan dari umat Israel, yaitu dari saudara-saudara mereka, sekalipun mereka ini juga adalah keturunan Abraham. Tetapi Melkisedek, yang bukan keturunan mereka, memungut persepuluhan dari Abraham dan memberkati dia, walaupun ia adalah pemilik janji. Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi. Dan di sini manusia-manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa Ia hidup. Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima persepuluhan, sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu.”
Yang menjadi pertanyaan setelah membaca ayat-ayat tersebut ialah, apakah kita sebagai orang-orang Kristen diajarkan harus memberikan persembahan persepuluhan? Tidak lah demikian. Ayat-ayat di Ibrani itu di dalam konteksnya memastikan orang-orang Yahudi akan superioritas dari keimaman Melkisedek, yang di dalamnya Yesus disebut, dengan mengingatkan mereka saat-saat dimana Abraham, bapa orang-orang Israel, memberikan persembahan persepuluhan kepada Melkisedek. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa orang-orang Lewi dan bahkan para imam adalah keturunan Abraham, yang berdasarkan hukum Taurat “menerima persembahan persepuluhan” dari orang-orang Lewi tetapi tidak memberikan persembahan persepuluhan, dalam hal ini “membayar persembahan persepuluhan” kepada Melkisedek.
Ini tidak mengajarkan kita untuk melakukan persembahan persepuluhan. Ini memberitahu kita bahwa Abraham pernah melakukannya dan pentingnya kejadian itu. Jadi Kristus sebagai penerima persepuluhan itu dari orang Lewi dipandang sebagai imam maha tinggi. Apakah ini mengajarkan kita tentang persembahan persepuluhan versi Perjanjian Baru? Sama sekali tidak disebutkan di situ. Persembahan persepuluhan yang disebutkan di situ adalah yang diberikan kepada orang-orang Lewi di zaman Perjanjian Lama; dan yang diberikan kepada Melkisedek oleh Abraham.
Penulis Surat Ibrani berusaha mengungkapkan, menjelaskan dan menegaskan sesuatu yang sangat penting, tetapi pada pihak yang lain. Sejak pasal kelima, berulang-ulang penulis Surat Ibrani berusaha untuk mengatakan dan menandaskan bahwa Yesus adalah Imam Besar yang sempurna. Kita harus ingat bahwa fungsi dari agama apa pun adalah agar manusia dapat memperoleh jalan masuk kepada Allah (Ibrani 6:20). Jalan masuk ini bisa diperoleh melalui dua cara.
Pertama, melalui hukum Taurat. Dengan melakukan hukum Taurat secara sempurna manusia bisa dekat kepada Allah. Namun, kita tahu bahwa tidak ada satu pun manusia yang bisa memenuhi tuntutan hukum Taurat secara sempurna, ini juga disadari oleh orang Yahudi. Oleh karena itu, dibutuhkan cara yang kedua yang disebut kurban dan imamat. Setiap orang yang sudah berusaha keras untuk memenuhi hukum Taurat tetapi gagal, masih bisa ditebus dengan cara membawa kurban bakaran yang diterima oleh imam untuk disampaikan kepada Allah. Dengan demikian, sekali pun manusia tidak sempurna menjalankan hukum Taurat, tetapi mereka tetap bisa sampai kepada Allah. Inilah pentingnya fungsi imam.
Akan tetapi, cara kedua ini pun bukan berarti sama sekali tidak ada persoalan bagi orang Yahudi. Masalahnya adalah sekalipun mereka sudah berusaha memenuhi hukum Taurat dan membawa kurban bakaran kepada imam, melakukannya dengan setia dan cermat sesuai peraturan yang ditentukan, tetapi di dasar hati mereka yang paling dalam mereka tahu bahwa kurban bakaran tidak akan bisa menebus dosa mereka. Mereka juga tahu bahwa imam yang melayani di pelataran Bait Allah itu bukan imam yang mampu menghubungkan mereka dengan Allah. Semua yang mereka lakukan itu hanyalah tindakan simbolis yang sekedar memberi rasa lega untuk sementara waktu.
Oleh karena itu, ayat-ayat di Ibrani itu mengatakan bahwa sebenarnya hanya ada satu imam besar yang mampu memberikan jalan kepada Allah, yaitu Yesus (Ibrani 6:20). Yesus telah masuk sebagai Perintis jalan bagi kita. Berbeda dengan imam biasa yang hanya bekerja di pelataran Bait Allah, Yesus telah masuk lebih dahulu sampai ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Dia menjalankan fungsi imamat yang sempurna. Karena itulah penting bagi penulis Surat Ibrani untuk menekankan Yesus sebagai Sang Imam Besar Agung yang memungkinkan kita berdamai lagi dengan Allah.
Penulis Surat Ibrani menyebut Yesus sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkisedek, itu untuk menunjukkan bahwa keimaman Yesus adalah sesuatu yang luar biasa dan lebih besar daripada imam-imam lainnya. Apa artinya kalau dikatakan bahwa keimaman Yesus bukan menurut peraturan Harun, melainkan peraturan Melkisedek? Pertama, karena Melkisedek adalah orang yang tidak bersilsilah; karena memang tidak pernah disebutkan siapa ayahnya, kakeknya dan seterusnya. Padahal silsilah ini sangat penting kalau seseorang itu mau menjadi imam menurut peraturan Harun. Karena hanya mereka yang keturunan Harun sajalah yang boleh menjadi imam. Jadi, kalau Yesus itu dikatakan sebagai imam menurut peraturan Melkisedek itu berarti keimaman Yesus tidak sekedar tergantung silsilah, tetapi karena kualitas pribadiNya.
Kedua, Melkisedek adalah raja kebenaran (Ibrani 7:2). Yesus sebagai Mesias juga dikenal sebagai Raja Kebenaran dan Raja Damai Sejahtera. Seperti halnya Melkisedek yang diyakini penulis Surat Ibrani sebagai imam yang tanpa awal dan akhir, begitu pun dengan Yesus. Dengan demikian, Yesus sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkisedek adalah Raja Kebenaran sekaligus Raja Damai Sejahtera dan sekaligus Imam Besar yang kekal, berbeda dengan imam menurut peraturan Harun yang bisa mati.
Ketiga, Melkisedek lebih tinggi dari Harun. Abraham memberikan persepuluhan kepada Melkisedek dan Melkisedek memberkati Abraham. Padahal Abraham adalah bapa leluhur Israel. Karena itu, Melkisedek adalah tokoh yang paling dihormati. Kalau Melkisedek lebih tinggi dari Abraham, sudah tentu jauh lebih tinggi daripada Harun. Dengan penggambaran ini penulis Surat Ibrani menunjukkan superioritas Yesus daripada semua tokoh terhormat lainnya dalam agama Yahudi seperti Musa, Harun atau Abraham.
Memang ayat-ayat di Ibrani ini menggunakan contoh persepuluhan yang dilakukan Abraham kepada Melkisedek, tetapi ini hanya untuk menjelaskan dan menunjukkan superioritas Yesus seperti yang diuraikan di atas. Jelas penulis Surat Ibrani tidak bermaksud membuat persembahan persepuluhan juga merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh umat Kristen Perjanjian baru karena kesimpulan yang dibuatnya adalah untuk menegaskan bahwa Yesus adalah Imam Besar menurut peraturan Melkisedek yang lebih superior dari Imam suku Lewi menurut peraturan Harun.
Yesus tidak pernah menerima persembahan persepuluhan di sepanjang hidupnya. Tidak ada satu ayat pun di Perjanjian Baru yang menjelaskan bahwa Yesus menerima persembahan persepuluhan dari para muridNya dan pengikutNya, apalagi persembahan persepuluhan dalam bentuk uang.
Nah, konyolnya ada beberapa gembala sidang yang mengajarkan bahwa karena Yesus sebagai Imam Besar Agung sesuai peraturan Melkisedek, maka persepuluhan harus diberikan ke Yesus sebagai Imam Besar Agung melalui dirinya sebagai gembala sidang. Mereka lupa bahwa jabatan imam sudah tidak ada lagi di dunia. Jika mereka menganggap dirinya imam, maka mereka lupa bahwa kita semuanya adalah imam juga; imamat yang rajani (1 Petrus 2:9):
“Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”
Kalau persepuluhan diaktifkan kembali di antara umat perjanjian baru dan harus diberikan kepada imam, maka kita yang juga para imam kalau memberi persepuluhan akan sama saja layaknya seperti tukar angpao persepuluhan. Kacau kan? Sola Gratia For God, For Country and For Better World
Tuhan Yesus memberkati!
Tujuh penyebutan lainnya tentang persembahan persepuluhan semuanya tercatat di dalam Ibrani 7:1-10:
“Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia. Kepadanya pun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya. Camkanlah betapa besarnya orang itu, yang kepadanya Abraham, bapa leluhur kita, memberikan sepersepuluh dari segala rampasan yang paling baik. Dan mereka dari anak-anak Lewi, yang menerima jabatan imam, mendapat tugas, menurut hukum Taurat, untuk memungut persepuluhan dari umat Israel, yaitu dari saudara-saudara mereka, sekalipun mereka ini juga adalah keturunan Abraham. Tetapi Melkisedek, yang bukan keturunan mereka, memungut persepuluhan dari Abraham dan memberkati dia, walaupun ia adalah pemilik janji. Memang tidak dapat disangkal, bahwa yang lebih rendah diberkati oleh yang lebih tinggi. Dan di sini manusia-manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa Ia hidup. Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima persepuluhan, sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu.”
Yang menjadi pertanyaan setelah membaca ayat-ayat tersebut ialah, apakah kita sebagai orang-orang Kristen diajarkan harus memberikan persembahan persepuluhan? Tidak lah demikian. Ayat-ayat di Ibrani itu di dalam konteksnya memastikan orang-orang Yahudi akan superioritas dari keimaman Melkisedek, yang di dalamnya Yesus disebut, dengan mengingatkan mereka saat-saat dimana Abraham, bapa orang-orang Israel, memberikan persembahan persepuluhan kepada Melkisedek. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa orang-orang Lewi dan bahkan para imam adalah keturunan Abraham, yang berdasarkan hukum Taurat “menerima persembahan persepuluhan” dari orang-orang Lewi tetapi tidak memberikan persembahan persepuluhan, dalam hal ini “membayar persembahan persepuluhan” kepada Melkisedek.
Ini tidak mengajarkan kita untuk melakukan persembahan persepuluhan. Ini memberitahu kita bahwa Abraham pernah melakukannya dan pentingnya kejadian itu. Jadi Kristus sebagai penerima persepuluhan itu dari orang Lewi dipandang sebagai imam maha tinggi. Apakah ini mengajarkan kita tentang persembahan persepuluhan versi Perjanjian Baru? Sama sekali tidak disebutkan di situ. Persembahan persepuluhan yang disebutkan di situ adalah yang diberikan kepada orang-orang Lewi di zaman Perjanjian Lama; dan yang diberikan kepada Melkisedek oleh Abraham.
Penulis Surat Ibrani berusaha mengungkapkan, menjelaskan dan menegaskan sesuatu yang sangat penting, tetapi pada pihak yang lain. Sejak pasal kelima, berulang-ulang penulis Surat Ibrani berusaha untuk mengatakan dan menandaskan bahwa Yesus adalah Imam Besar yang sempurna. Kita harus ingat bahwa fungsi dari agama apa pun adalah agar manusia dapat memperoleh jalan masuk kepada Allah (Ibrani 6:20). Jalan masuk ini bisa diperoleh melalui dua cara.
Pertama, melalui hukum Taurat. Dengan melakukan hukum Taurat secara sempurna manusia bisa dekat kepada Allah. Namun, kita tahu bahwa tidak ada satu pun manusia yang bisa memenuhi tuntutan hukum Taurat secara sempurna, ini juga disadari oleh orang Yahudi. Oleh karena itu, dibutuhkan cara yang kedua yang disebut kurban dan imamat. Setiap orang yang sudah berusaha keras untuk memenuhi hukum Taurat tetapi gagal, masih bisa ditebus dengan cara membawa kurban bakaran yang diterima oleh imam untuk disampaikan kepada Allah. Dengan demikian, sekali pun manusia tidak sempurna menjalankan hukum Taurat, tetapi mereka tetap bisa sampai kepada Allah. Inilah pentingnya fungsi imam.
Akan tetapi, cara kedua ini pun bukan berarti sama sekali tidak ada persoalan bagi orang Yahudi. Masalahnya adalah sekalipun mereka sudah berusaha memenuhi hukum Taurat dan membawa kurban bakaran kepada imam, melakukannya dengan setia dan cermat sesuai peraturan yang ditentukan, tetapi di dasar hati mereka yang paling dalam mereka tahu bahwa kurban bakaran tidak akan bisa menebus dosa mereka. Mereka juga tahu bahwa imam yang melayani di pelataran Bait Allah itu bukan imam yang mampu menghubungkan mereka dengan Allah. Semua yang mereka lakukan itu hanyalah tindakan simbolis yang sekedar memberi rasa lega untuk sementara waktu.
Oleh karena itu, ayat-ayat di Ibrani itu mengatakan bahwa sebenarnya hanya ada satu imam besar yang mampu memberikan jalan kepada Allah, yaitu Yesus (Ibrani 6:20). Yesus telah masuk sebagai Perintis jalan bagi kita. Berbeda dengan imam biasa yang hanya bekerja di pelataran Bait Allah, Yesus telah masuk lebih dahulu sampai ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Dia menjalankan fungsi imamat yang sempurna. Karena itulah penting bagi penulis Surat Ibrani untuk menekankan Yesus sebagai Sang Imam Besar Agung yang memungkinkan kita berdamai lagi dengan Allah.
Penulis Surat Ibrani menyebut Yesus sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkisedek, itu untuk menunjukkan bahwa keimaman Yesus adalah sesuatu yang luar biasa dan lebih besar daripada imam-imam lainnya. Apa artinya kalau dikatakan bahwa keimaman Yesus bukan menurut peraturan Harun, melainkan peraturan Melkisedek? Pertama, karena Melkisedek adalah orang yang tidak bersilsilah; karena memang tidak pernah disebutkan siapa ayahnya, kakeknya dan seterusnya. Padahal silsilah ini sangat penting kalau seseorang itu mau menjadi imam menurut peraturan Harun. Karena hanya mereka yang keturunan Harun sajalah yang boleh menjadi imam. Jadi, kalau Yesus itu dikatakan sebagai imam menurut peraturan Melkisedek itu berarti keimaman Yesus tidak sekedar tergantung silsilah, tetapi karena kualitas pribadiNya.
Kedua, Melkisedek adalah raja kebenaran (Ibrani 7:2). Yesus sebagai Mesias juga dikenal sebagai Raja Kebenaran dan Raja Damai Sejahtera. Seperti halnya Melkisedek yang diyakini penulis Surat Ibrani sebagai imam yang tanpa awal dan akhir, begitu pun dengan Yesus. Dengan demikian, Yesus sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkisedek adalah Raja Kebenaran sekaligus Raja Damai Sejahtera dan sekaligus Imam Besar yang kekal, berbeda dengan imam menurut peraturan Harun yang bisa mati.
Ketiga, Melkisedek lebih tinggi dari Harun. Abraham memberikan persepuluhan kepada Melkisedek dan Melkisedek memberkati Abraham. Padahal Abraham adalah bapa leluhur Israel. Karena itu, Melkisedek adalah tokoh yang paling dihormati. Kalau Melkisedek lebih tinggi dari Abraham, sudah tentu jauh lebih tinggi daripada Harun. Dengan penggambaran ini penulis Surat Ibrani menunjukkan superioritas Yesus daripada semua tokoh terhormat lainnya dalam agama Yahudi seperti Musa, Harun atau Abraham.
Memang ayat-ayat di Ibrani ini menggunakan contoh persepuluhan yang dilakukan Abraham kepada Melkisedek, tetapi ini hanya untuk menjelaskan dan menunjukkan superioritas Yesus seperti yang diuraikan di atas. Jelas penulis Surat Ibrani tidak bermaksud membuat persembahan persepuluhan juga merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh umat Kristen Perjanjian baru karena kesimpulan yang dibuatnya adalah untuk menegaskan bahwa Yesus adalah Imam Besar menurut peraturan Melkisedek yang lebih superior dari Imam suku Lewi menurut peraturan Harun.
Yesus tidak pernah menerima persembahan persepuluhan di sepanjang hidupnya. Tidak ada satu ayat pun di Perjanjian Baru yang menjelaskan bahwa Yesus menerima persembahan persepuluhan dari para muridNya dan pengikutNya, apalagi persembahan persepuluhan dalam bentuk uang.
Nah, konyolnya ada beberapa gembala sidang yang mengajarkan bahwa karena Yesus sebagai Imam Besar Agung sesuai peraturan Melkisedek, maka persepuluhan harus diberikan ke Yesus sebagai Imam Besar Agung melalui dirinya sebagai gembala sidang. Mereka lupa bahwa jabatan imam sudah tidak ada lagi di dunia. Jika mereka menganggap dirinya imam, maka mereka lupa bahwa kita semuanya adalah imam juga; imamat yang rajani (1 Petrus 2:9):
“Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”
Kalau persepuluhan diaktifkan kembali di antara umat perjanjian baru dan harus diberikan kepada imam, maka kita yang juga para imam kalau memberi persepuluhan akan sama saja layaknya seperti tukar angpao persepuluhan. Kacau kan? Sola Gratia For God, For Country and For Better World
Tuhan Yesus memberkati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar