PERSEPULUHAN YAKUB
Setelah Abraham, praktek persepuluhan ke dua yang disebut-sebut dalam Perjanjian Lama adalah kejadian di mana cucunya Abraham, Yakub, bernazar: Lalu bernazarlah Yakub: “Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu. (Kejadian 28:20-22)
Setelah Abraham, praktek persepuluhan ke dua yang disebut-sebut dalam Perjanjian Lama adalah kejadian di mana cucunya Abraham, Yakub, bernazar: Lalu bernazarlah Yakub: “Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu. (Kejadian 28:20-22)
Di sini setidaknya kita dapat menemukan sebuah sistem persepuluhan ketimbang praktek mempersembahkan persepuluhan sekali saja untuk seumur hidup seperti yang dilakukan Abraham. Akan tetapi, seperti contoh sebelumnya, persembahan persepuluhan
Yakub ini tampaknya sesuatu yang sukarela, yang kemungkinan adalah
persembahan syukur mengingat nazar Yakub adalah nazar yang akan
dipenuhinya jika Tuhan menolong dia (Kejadian 28:20-21).
Di sini juga tidak ada detil tentang bagaimana Yakub mempersembahkan persepuluhan itu, apakah dia mempersembahkannya langsung kepada Tuhan dalam bentuk korban bakaran, memberikannya kepada hamba Tuhan seperti Melkisedek, memberikannya dalam nama Tuhan kepada orang miskin, atau melepaskannya dalam sebuah tata cara ibadah. Jika itu adalah persembahan syukur, maka sebagian haruslah dibakar, sebagian harus diberikan kepada imam dan sebagian lagi harus dimakan oleh yang mempersembahkannya (Imamat 3:3-4, 7:14-18). Dan yang terpenting, Alkitab juga tidak memberitahukan kita apakah akhirnya Yakub merealisasikan nazarnya itu.
Selain itu, persembahan persepuluhan Yakub ini adalah persembahan yang bersyarat: yang baru dipersembahkan jika keinginannya dipenuhi Allah. Ini tentunya bukan lah persembahan orang-orang Kristen sejati yang mempersembahkan segala sesuatunya dengan kerelaan dan suka cita, tanpa syarat apa pun kepada Tuhan. Satu lagi yang perlu dicatat (karena ini tidak pernah diterangkan oleh mereka yang mengajarkan persembahan persepuluhan berdasarkan contoh ini) ialah fakta betapa kurang ajarnya Yakub waktu itu yang hanya mau mengakui TUHAN sebagai Allahnya jika semua keinginannya dipenuhi, dan setelah itu barulah dia memberikan persembahan persepuluhannya. Tentu, ini bukan lah contoh memberikan persembahan persepuluhan yang patut ditiru apalagi dikhotbahkan.
Jika model persembahan persepuluhan Yakub dijadikan contoh dan diteladani, maka tidak heranlah jika banyak orang yang dewasa ini memberikan persepuluhan dengan cara-cara yang penuh “syarat dagang kelontong” kepada Tuhan; Tuhan beri/genapi dulu keinginanku baru aku berikan persembahan persepuluhanku. Ini jelaslah bukan sebuah bentuk persembahan yang Yesus ajarkan kepada kita untuk menyenangkan Tuhan kita. Tuhan tentunya juga tidak berkenan dengan model persembahan “pedagang” seperti ini.
Tuhan Yesus memberkati!
Di sini juga tidak ada detil tentang bagaimana Yakub mempersembahkan persepuluhan itu, apakah dia mempersembahkannya langsung kepada Tuhan dalam bentuk korban bakaran, memberikannya kepada hamba Tuhan seperti Melkisedek, memberikannya dalam nama Tuhan kepada orang miskin, atau melepaskannya dalam sebuah tata cara ibadah. Jika itu adalah persembahan syukur, maka sebagian haruslah dibakar, sebagian harus diberikan kepada imam dan sebagian lagi harus dimakan oleh yang mempersembahkannya (Imamat 3:3-4, 7:14-18). Dan yang terpenting, Alkitab juga tidak memberitahukan kita apakah akhirnya Yakub merealisasikan nazarnya itu.
Selain itu, persembahan persepuluhan Yakub ini adalah persembahan yang bersyarat: yang baru dipersembahkan jika keinginannya dipenuhi Allah. Ini tentunya bukan lah persembahan orang-orang Kristen sejati yang mempersembahkan segala sesuatunya dengan kerelaan dan suka cita, tanpa syarat apa pun kepada Tuhan. Satu lagi yang perlu dicatat (karena ini tidak pernah diterangkan oleh mereka yang mengajarkan persembahan persepuluhan berdasarkan contoh ini) ialah fakta betapa kurang ajarnya Yakub waktu itu yang hanya mau mengakui TUHAN sebagai Allahnya jika semua keinginannya dipenuhi, dan setelah itu barulah dia memberikan persembahan persepuluhannya. Tentu, ini bukan lah contoh memberikan persembahan persepuluhan yang patut ditiru apalagi dikhotbahkan.
Jika model persembahan persepuluhan Yakub dijadikan contoh dan diteladani, maka tidak heranlah jika banyak orang yang dewasa ini memberikan persepuluhan dengan cara-cara yang penuh “syarat dagang kelontong” kepada Tuhan; Tuhan beri/genapi dulu keinginanku baru aku berikan persembahan persepuluhanku. Ini jelaslah bukan sebuah bentuk persembahan yang Yesus ajarkan kepada kita untuk menyenangkan Tuhan kita. Tuhan tentunya juga tidak berkenan dengan model persembahan “pedagang” seperti ini.
Tuhan Yesus memberkati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar